Jumat, 16 April 2010

KREDIT USAHA RAKYAT

BAB I
SERBA-SERBI KREDIT USAHA RAKYAT
1. Pengertian dan Tujuan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat
a. Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.
b. KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank.
c. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional
d. KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksana yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM)
2. Ketentuan KUR
a. Penyaluran KUR diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No.135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat yang telahdiubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.05/2009.
b. Beberapa ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemerintah dalam penyaluran KUR adalah sebagai berikut :

- UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang feasible namun belum bankable dengan ketentuan:
a. merupakan debitur baru yang belum pernah mendapat kredit/ pembiayaandari perbankan yang dibuktikan dengan melalui Sistem Informasi Debitur (SID) pada saat Permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan dan/ atau belum pernah memperoleh fasilitas Kredit Program dari Pemerintah;
b. khusus untuk penutupan pembiayaan KUR antara tanggal Nota Kesepakatan Bersama (MoU) Penjaminan KUR dan sebelum addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka fasilitas penjaminan dapat diberikan kepada debitur yang belum pernah mendapatkan pembiayaan kredit program lainnya;
c. KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K yang bersangkutan.

- KUR disalurkan kepada UMKM-K untuk modal kerja dan investasi denganketentuan :
a. Untuk kredit sampai dengan Rp. 5000.000 (Lima Juta Rupiah ), tingkat bunga kredit lpembiayaan yang dikenakan maksimal setara 24% efektif pertahun
b. Untuk kredit diatas Rp. 5000.000 sampai dengan 500.000.000 tingkat bunga 16%
- Bank pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
3. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Berdasarkan data dari kementrian Negara dan Koperasi total plafon KUR yang telah disalurkan oleh perbankan nasional per agustus 2010 mencapai 15,3 Triliun.
Tingkat penyaluran KUR di SUMSEL tumbuh lebih tinggi dibandingkan tingkat penyaluran KUR secara nasional. Meskiupn perkembangan penyaluran KUR dari sisi plafon menunjukan peningkatan, namum outstanding secara nasional hanya mencapai 57 % dari total plafon, Dengan perkataan lain masih terdapat kelonggaran tarik termasuk kredit yang sudah diangsur mencapain 55% dari total penyaluran KUR diikuti dengan penyaluran ke sektor pertanian sebesar 27% dan sektor laiin lain sebesar 9%
4. Kendala Penyaluran KUR
Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai kendala yang timbul dalam penyaluran kredit usaha rakyat, Berbagai kendala tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
a. Adanya persepsi yang keliru dimasyarakat bahwa KUR merupakan kredit yang dijamin sepenuhnya bantuan pemerintah, dalam kenyataannya KUR merupakan kredit yang sumber dananya sepenuhnya berasal dari bank. Karena persepsi yang keliru tersebut, banyak debitur tidak memenuhi kewajiban membayar angsuran sampai dengan lunas sehingga menimbulkan kredit macet yang cukup tinggi.
b. Banyak masyarakat menganggalp bahwa penyaluran KUR tanpa agunan selalu sebesar Rp. 5 juta rupiah. Padahal penyaluran KUR harus disesuaikan dengan kemampuan usaha agar debitur tidak terbebani dalam membayar angsuran.
c. Sesuai dengan ketentuan dari pemerintah yang diatur dalam peraturan mentri keuangan, KUR hanya bisa diberikan kepada calon debitur yang belum pernah mendapat kredit dari perbankan yang dibuktikan melalui SID.
d. Banyak calon debitur yang tidak bisa memenuhi persyaratan dari bank seperti identitas diri yang tidak lengkap maupun kondisi usaha yang belum layak untuk mendapat kredit
e. Untuk beberapa bank, penyaluran KUR terkendala karena keterbatasan bank untuk menjagkau lokasi calon debitur yang relatif jauh sehingga penyebaran KUR masih belum merata dan terfokus di kota besar.


BAB II
Optimalisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat bagi Pembiayaan UMKM*
Optimisme pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah optimism membangun kembali perekonomian bangsa yang lebih kokoh. Praktis, pascakrisis ekonomi yang melanda negeri ini di tahun 1997, ketika korporasi-korporasi nasional mengalami masalah keuangan yang sangat akut, maka tidak ada lagi kekuatan besar yang menjadi penggerak perekonomian nasional. Hanya UMKM yang kemudian muncul sebagai sebuah kekuatan baru yang menopang perekonomian Indonesia.
Peran sektor ini sendiri sangat dominan dalam perekonomian nasional. Terbukti, peran sektor UMKM semakin besar dalam perekonomian nasional. Dari tahun 2003, di mana UMKM mampu meraih 30,4% dari PDB kemudian menanjak di tahun 2007, di mana kontribusi sektor ini mencapai Rp 1.778 Trilyun atau mencapai 53,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebuah peran yang cukup signifikan bagi sektor yang sering dianggap ‘sebelah mata’ selama ini.
Pertanyaannya yang muncul kemudian, mengapa dengan bentuknya yang kecil justru sektor ini memiliki peran cukup signifikan? Menurut analisis kami, bentuknya yang kecil justru memberikan keuntungan bagi usaha mikro untuk bisa masuk lebih jauh ke dalam lapisan masyarakat. Setidaknya ada dua kontribusi sangat penting yang diberikan sektor ini bagi perekonomian nasional.
Pertama, dengan fleksibilitas yang sangat tinggi, UMKM mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar (pro job). Hal ini disebabkan karena kemudahan dalam pengelolaanya dan bentuk usaha yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat tersebut, sehingga tidak membebani dengan syarat yang susah. Kedua, dengan kesempatan kerja yang luas, UMKM akan meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mampu menanggulangi kemiskinan (pro poor).
1. KUR dan Pengembangan UMKM
Dengan peran yang sangat strategis tersebut, maka sangat disayangkan jika sektor ini tidak diberdayakan secara optimal oleh pemerintah. Pemberdayaan yang dilakukan sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah, di antaranya adalah dengan mengidentifikasikan masalah yang ada di sektor UMKM ini. Masalah yang sering muncul adalah keterbatasan usaha mikro dalam mengakses modal usaha.
Selama ini kredit usaha sangat susah diperoleh karena beratnya syarat yang harus dipenuhi. Lembaga keuangan masih terlihat enggan memberikan kredit, karena harus menanggung peluang resiko yang cukup besar. Resiko yang paling nyata yang dihadapi oleh UMKM adalah ketidaksiapannya menyusun laporan keuangan dan persyaratan lainnya yang bankable, yang sesuai dengan persyaratan yang diminta bank. Dan hal ini tentu bukan salah UMKM mengingat biaya yang harus ditanggung untuk mempersiapkan hal tersebut cukup besar. Alih-alih mengalirkan dana untuk memenuhi persyaratan tersebut, dana yang ada kemudian lebih baik digunakan untuk menambah modal usaha.
Beranjak dari permasalahan yang dihadapi UMKM tersebut, pemerintah memfasilitasi pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejak akhir 2007. Program ini sendiri didanai oleh dana SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yang menganggur, yang bernilai sekitar Rp 260 Trilyun. Dari dana itulah, kemudian pemerintah berinisiatif untuk membangun sektor riil, khususnya UMKM sebagai sektor penyumbang yang signifikan dalam PDB Indonesia.
Dalam program ini, UMKM dapat melakukan pinjaman dengan jaminan yang ditanggung oleh pemerintah. Untuk bisa menyalurkannya kepada usaha mikro, pemerintah kemudian membuat sebuah jaringan dengan sistem yang efektif dan efisien. Maka, pemerintah menunjuk enam bank pemerintah (BNI, BTN, BRI, Bank Mandiri, BSM, dan Bank Bukopin) sebagai pelaksana KUR untuk disalurkan kepada usaha mikro melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang tergabung.
2. Kendala KUR
Selanjutnya adalah bagaimana mempertahankan efektivitas KUR sebagai pembiayaan bagi UMKM. Setidaknya terdapat tiga hal yang harus dipertahankan oleh KUR.
a. cost of capital yang rendah. Cost of capital secara sederhana dapat diartikan sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mendapatkan modal. Biaya ini secara langsung meliputi beban bunga, biaya yang dikeluarkan untuk mengurus administrasi, dan biaya-biaya lain yang terkait dengan mendapatkan modal. Dalam mendapatkan KUR misalnya, pemerintah mematok suku bunga tertinggi dengan rate 16% efektif per tahun. Secara konsep, peminjam KUR juga tidak dimintai jaminan untuk mendapatkan kredit ini. Namun, dalam kenyataannya, bank-bank yang ditunjuk untuk menyalurkan KUR ini mematok sejumlah jaminan bagi pengusahan UMKM yang ingin mendapatkan modal dari KUR tersebut. Belum lagi hambatan berupa persyaratan dokumen yang diminta oleh bank pelaksana. Terkadang, permasalahan teknis seperti ini menjadi hambatan yang signifikan bagi UMKM untuk mendapatkan pembiayaan dari KUR.
b. Kedua, aksesibilitas KUR oleh pengelola UMKM. Dengan adanya linkage program, seharusnya permasalahan seperti ini sudah dapat diatasi. Bank-bank sebagai pelaksana tidak harus terjun langsung menangani pembiayaan yang kecil. Bank-bank tersebut selanjutnya dapat mendelegasikan kepada LKM-LKM (Lembaga Kredit Mikro) di bawahnya untuk dapat menyalurkan KUR ini secara efektif.
Ketika bank-bank dipaksa terjun langsung untuk menangani KUR dalam jumlah kredit yang sedikit (misalnya dengan nominal di bawah Rp 10 juta), maka yang terjadi adalah bank-bank tersebut harus menanggung biaya administrasi yang lebih mahal. Sebagai contoh, dengan asumsi biaya pengurusan setiap kredit adalah sama, maka pengurusan kredit dengan nominal kecil tidak menguntungkan bagi bank. Daripada mengurus kredit dalam nominal sedikit, bank kemudian memilih menangani kredit dengan nominal yang lebih besar. Akibatnya, KUR tidak tersalurkan secara optimal melalui bank-bank yang besar.
Di sinilah pentingnya linkage program tersebut. Dengan linkage program, bank-bank tetap berfokus bagi core business mereka. Misalnya, menangani kredit yang memiliki nominal lebih besar. Namun dengan adanya KUR, mereka menjadi mengalihkan sedikit perhatiannya untuk mensukseskan program ini.
Ketiga, program pendampingan. Sektor UMKM kebanyakan didominasi oleh kalangan dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi. Maka, di sinilah tantangannya. Pemerintah, dengan otoritasnya seharusnya dapat menggandeng LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pendamping bagi pengembangan UMKM melalui KUR tersebut. Penunjukkan LSM berbasis daerah mungkin dapat memecahkan persoalan kendala usaha yang ada di masing-masing daerah. LSM berbasis daerah, kami kira lebih paham akan kondisi yang ada di daerah tersebut.
3. Optimalisasi penyaluran KUR
Menyadari signifikansi permodalan sebagai kendala utama pengembangan KUR, maka setidaknya harus ada langkah strategis untuk mengatasi tiga permasalahan, yang menurut kami, menjadi masalah utama dalam penyaluran KUR tersebut. Kami menawarkan beberapa langkah optimalisasi penyaluran KUR tersebut sehingga efektif untuk pengembangan UMKM.
Dua pendekatan yang digunakan, yaitu secara internal dari UMKM sendiri dan lewat jalur eksternal melalui lembaga penyalur KUR. Secara internal, dari pihak UMKM sendiri, tiga tahap yang perlu dibenahi agar potensi KUR dapat dilakukan secara optimal.
a. Mengubah mindset UMKM untuk lebih berkembang
Perkembangan UMKM sendiri terbagi atas tiga level, yaitu pembentukan (formasi usaha), ekspansi usaha, dan transformasi usaha. Untuk mendukung perkembangan tahapan UMKM ini, diperlukan sifat dan besaran pembiayaan yang disalurkan ke UMKM tersebut. Di sinilah pentingnya pengubahan mindset bagi para pengelola UMKM, di mana UMKM seharusnya dapat terus tumbuh dan berkembang. Seiring hal tersebut, dibutuhkan pula suntikan modal yang tepat untuk menopang perkembangan tersebut.
b. Perbaikan manajemen UMKM
UMKM sering dianggap tidak bankable, maka peran pendampingan dan konsultasi sangat diperlukan untuk perbaikan UMKM. Tentu tidak hanya sebatas menjembatani hubungan untuk mendapatkan pembiayaan dari bank (misalnya pembiayaan dari KUR), tetapi juga untuk mengantisipasi perkembangan UMKM yang semakin berkembang dan membutuhkan manajemen yang lebih tertata dengan baik. Muaranya, KUR dapat terus dikucurkan secara lancar karena UMKM telah terkelola dengan baik sehingga terjamin keberlanjutan usahanya.
c. Meningkatkan kesadaran untuk mengurangi resiko kredit macet
KUR tidak akan berkembang jika potensi kredit macet diperkirakan akan tinggi. Apalagi, lembaga penjamin kredit yang disiapkan pemerintah (yaitu Askrindo dan Jamkrindo), hanya menanggung kredit macet sebesar 1,5% sementara angka kredit macet sekarang dari KUR mencapai 3%.
Secara internal, peningkatan kesadaran membayar kredit tepat waktu tetap diperlukan, baik lewat pendamping kredit maupun pihak penyalur kredit. Karena, walau bagaimanapun, keberlanjutan dan kesuksesan program KUR ditentukan pula oleh perputaran kredit yang dapat terus berjalan untuk membiayai UMKM.
Selanjutnya, lewat jalur eksternal yaitu melalui lembaga penyalur KUR, beberapa tahap juga harus dibenahi, di antaranya yaitu:
d. Ekspansi ke Lembaga Keuangan Mikro
Meskipun beberapa bank memang memiliki concern yang cukup baik terhadap UMKM – seperti BRI dengan BRI unitnya yang telah menjangkau pedesaan – tetap saja, peran LKM masih sangat diperlukan sebagai lembaga intermediasi menjangkau jaringan UMKM yang belum terjangkau oleh keenam bank pemerintah tersebut.
Sebagai jaringan BMT (Baitul Maal wat Tamwil) yang mampu menjangkau pangsa pasar muslim dengan skala ekonomi usaha menengah sampai mikro. Jaringan BMT juga telah diformalkan dengan terbentuknya Asbindo (Asosiasi BMT se-Indonesia). Begitu pula dengan keunggulan beberapa LKM lainnya yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk penyaluran KUR tersebut.
4. Mengurangi cost of capital
Sebenarnya menjadi sebuah dilema, ketika bank memilih menyalurkan kreditnya melalui LKM. Di satu sisi, UMKM memiliki akses yang lebih baik untuk mendapatkan pembiayaan usaha, yaitu melalui UMKM. Namun, di sisi lain, biaya modal yang ditanggung menjadi lebih mahal, karena penyaluran KUR tersebut menambah rantai baru. Enam bank yang ditunjuk pemerintah memberikan KUR kepada LKM dan kemudian LKM tersebut tentunya mengambil margin keuntungan dari KUR yang disalurkannya tersebut.
Untuk mengurangi biaya modal yang tinggi tersebut, beberapa saran seharusnya dapat dilakukan, seperti pengurangan rate yang dikenakan bank kepada LKM atas pemberian KUR tersebut. Pemberian insentif seperti benar-benar dilaksanakan program peminjaman tanpa jaminan juga bisa menjadi pengurang biaya modal yang tinggi tersebut. Alternatif lain yaitu berkurangnya biaya-biaya administratif bagi pengusaha mikro, kecil, dan menengah yang memilih meminjam KUR melalui LKM tersebut. Hal ini disebabkan, biasanya LKM menetapkan persyaratan yang lebih lunak dibandingkan dengan bank pada umumnya.
5. Meningkatkan Akses UMKM terhadap KUR
Pada tahap ini, diperlukan sosialisasi yang tepat, massif, dan efektif untuk memberikan awareness yang baik bagi UMKM untuk serius dan mau memanfaatkan modal yang ditawarkan pemerintah ini.
Pada akhirnya, kita dapat berharap program KUR ini dapat sukses dan benar-benar menjadi penggerak sektor riil dan UMKM di Indonesia. Ketepatan sasaran dan pelaksanaan manajemen yang baik sangat diperlukan untuk menunjang kesuksesan program ini.
Harapan akhirnya, penyaluran KUR sesuai dengan yang diharapkan sekaligus pemanfaatannya oleh pelaku UMKM dilakukan dengan sungguh-sungguh. Kembali, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah tetap dapat terus menjadi bagian yang signifikan sebagai penopang perekonomian nasional.

Sumber Referensi

- Alam Situmorang, Drs, Petunjuk belajar Ekonomi : jakarta
- Deddy Yusuf Arhafi, Drs, Panduan menguasai Ekonomi 1
- Richard G. Lipsey, Pengantar ekonomi jilid 1
- Syamsudin, Drs, bahan acuan kegiatan belajar untuk smu
- Dari situs BI www.bi.co.id


BAB III
Manfaat KUR
Sejumlah pemilik usaha mikro dan koperasi di Brebes maupun Tegal, belum memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan oleh pemerintah. Pasalnya, plafon kredit sebesar Rp 5 juta, dinilai belum memadai untuk menambah modal usaha. Terlebih dalam pengurusannya, sebagian dari mereka mengaku tetap harus memberikan agunan. Abdul Azis (45), petani bawang merah di Desa Banjaratma, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jumat (8/8) mengaku belum pernah mengajukan KUR. Pasalnya, pinjaman tanpa agunan seperti yang dijanjikan pemerintah, maksimal hanya Rp 5 juta. Nilai tersebut tidak memadai untuk mengembangkan usaha tanaman bawang merah.
Saat ini, biaya tanam, perawatan, hingga panen bawang merah mencapai Rp 56 juta per hektar. Selain itu beberapa temannya yang sudah pernah mengajukan KUR, tetap harus menyertakan agunan, diantaranya Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Ketua Koperasi Era Energi Jarak Brebes, Duryani juga mengaku belum pernah mendapatkan KUR. Pasalnya, peminjam tetap harus menyertakan agunan. Padahal, nilai kredit yang diperoleh maksimal hanya Rp 5 juta. “Memang ada yang tidak pakai agunan, tetapi banyak pula yang memakai agunan,” ujarnya. Nurhayati (26), pengelola usaha pengolahan logam di Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal juga mengaku belum memanfaatkan KUR. Pasalnya, pengajuan kredit tetap harus menyertakan agunan.
Beberapa temannya yang hendak mengajukan kredit serupa juga diminta menyertakan agunan. Padahal sesuai iklan yang ada di televisi, KUR diberikan kepada pemilik usaha kecil tanpa menggunakan agunan. “Kalau harus memakai agunan, nilai pinjaman yang hanya Rp 5 juta terlalu kecil. Masak nilai agunan lebih besar daripada nilai pinjaman,” ujarnya. Meskipun sejumlah pemilik usaha mikro dan koperasi mengaku terkendala mendapatkan KUR, sebagian lainnya mengaku merasakan manfaat dari KUR. Hartoyo (40), pemilik usaha penjualan sepatu di Kelurahan Kaligangsa Wetan, Kecamatan Brebes mengaku mendapatkan KUR sebesar Rp 5 juta. Dalam pengajuan aplikasi kredit, ia juga menyertakan BPKB sepeda motor. Menurut dia, kredit tersebut cukup membantunya untuk menambah modal. Terlebih, angsuran pinjaman juga kecil, hanya sekitar Rp 200.000 per bulan, dengan jangka waktu pengembalian tiga tahun. Meskipun demikian ia mengakui, belum semua pemilik usaha mengetahui mekanisme pengajuan KUR. Hal itu akibat terbatasnya jumlah petugas dari bank. Oleh karena itu menurut dia, bank yang ditunjuk menyalurkan KUR harus menambah tenaga untuk melayani lebih banyak pemilik usaha kecil. Sosialisasi sudah ada di televisi, tapi kelihatannya tenaganya kurang. “Pedagang-pedagang di pasar kalau tidak dijemput bola ya tidak tahu ada kredit semacam itu,” kata Hartoyo.

2 komentar:

  1. kalau benar pingin bantu rakyat kecil dengan bantuan KUR tolong jangan dipersulit kasihan para pedagang kecil,katanya ga usah pake agunan tapi tetap harus ada agunan,rakyat ga perlu janji tapi bukti.kasihan dooooong bapak direktur.

    BalasHapus
  2. kita juga punya nih artikel mengenai topik yang kalian bahas sekarang, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
    klik di sini untuk download
    trimakasih

    BalasHapus